Rabu, 21 November 2012

Tour To Dewata Island "Pulau Bali"


Matahari pagi perlahan namun pasti memperihatkan gagah dan merah sinarnya di ufuk timur, burung berkicau merdu, daun-daun menari-nari melantunkan dzikir pada Ilahi Robbi, kabut perlahan menghilang dengan datangnya sinar pagi, embun berjatuhan ke bumi meninggalkan dedaunan, di dalam ruangan kamar petak berukuran 5X4 M, keluar seorang gadis kecil yang hendak pergi travellling, dia hendak pergi tour ke Bali bersama beberapa teman dan janjian bertemu di Bandara Sepinggan Balikpapan.
Speed bout yang saya tumpangi perlahan tapi pasti berjalan membelah sungai Kayan, mengarungi lautan menuju Pulau Bumi Pakutaka, dimana Tarakan merupakan tempat Bandara Juwata, disanalah saya akan diterbangkan ke Balikpapan untuk bertemu teman lainnya.
Suara pesawat terbang dengan lambang singa berwarnah merah tampak terdengar kencang mendarat di Bandara Sepinggan, kedatangan pesawat disambut oleh petugas lapangan dan Pilot berusaha mencari tempat yang tepat untuk memarkir pesawat agar dapat mendarat dengan baik.  Para penumpang keluar secara tertib meski sebagian lagi tetap duduk di atas kursi pesawat karena mereka akan segera diterbangkan menuju Bandara Sultan Hasanuddin Makasar, dan saya sendiri termasuk penumpang yang hanya sampai Balikpapan karena saya dan teman lainnya akan melanjutkan perjalanan dengan pesawat yang berbeda.
Sambil menikmati makan siang di salah satu restouran Bandara Sepinggan muncul seorang sahabat yang memang sudah janjian dengan saya, taksadar makanan sudah dari tadi telah habis dan jam sudah menunjukan angka 4 dan 12 itu artinya kami harus segera check in untuk melanjutkan perjalanan menuju Surabaya karena Neng Icha dan Mbak Lis menunggu kami di Bandara Juanda Surabaya untuk bersama-sama melanjutkan perjalanan menuju Pulau Dewata, Bali.
Balikpapan dan Surabaya berada pada wilayah yang berbeda sehingga ketika kami berangkat dari Bandara Sepinggan jam 17.30 WITA dan sampai di Bandara Juanda jam 18.00 Waktu Indonesia Barat, ini berarti memiliki perbedaan waktu satu jam.
Banyaknya bangunan tinggi penjulang langit  dan kelap kelipnya lampu malam  kota Surabya serta ramainya  lampu kendaraan dijalanan memberikan suguhan yang begitu indah yang bisa dinikmati dari atas pesawat melalui jendela berukuran 30 X 40 Cm,  dan hanya berselang beberapa menit seorang pramugari dengan pengeras suara menyuruh semua penumpang agar kembali ketempat duduk, memasang sabuk pengaman, meluruskan sandaran kursi dan membuka jendela, serta menon aktifkan HP dan alat elektronik lainnya yang bisa menggangu navigasi saat pesawat landing.
Alhamdulillah pesawat mendarat dengan selamat dan tiba-tiba ingatan saya  kembali ke beberapa tahun silam dimana saat saya dan salah seorang sahabat berkunjung ke bandara ini, namun ingatan pada kenangan itu tiba-tiba buyar entah kemana saat Mumui teman saya menarik tanganku untuk segera menuju pintu keluar dan kembali menuju ruang tunggu bandara di gate 7 karena Neng Icha dan Mbak Lis sudah menunggu kami untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju pulau Dewata.
Ternyata para penumpang telah  mengambil posisi dan tempat duduk masing-masing di dalam kabin pesawat serta para pramugari telah siap dengan alat-alat keselamatan selama penerbangan yang akan mereka peragkan, saya dan ketiga teman lainnya datang dengan menyisahkan nafas yang masih ngos-ngosan akibat kejar pesawat karena takut ketinggalan.
Saya dan Mumui duduk bersebelahan di Kursi nomor 15D dan 15E sedang Neng Icha dan mbak Lis di kursi yang terpisah. Sepanjang perjalanan menembus gelapnya malam di atas lautan Selat Bali, seorang Bule yang duduk di sebelah saya asyik membaca sebuah novel, mungkin karena begitu inginnya menghabiskan novel yang dibacanya saat Pilot meredupkan lampu pesawat untuk tack off si bule menyalakan lampu baca yang memang disediakan di atas tempat duduk setiap penumpang. Karena jarak Surabaya dan Bali tidak begitu jauh hingga hanya ditempuh kurang dari satu jam.
            Udara malam pulau Dewata menyambut saya dan ketiga teman lainnya, namun tidak mengurangi rasa senang di hati karena kami telah sampai dengan selamat.
Perlahan kami berjalan menuju pintu keluar bandara sambil memperhatikan Pulau impian banyak tourist, pulau yang menyuguhkan beribu pesona keindahan dan keunikan. Sama tapi berbeda, itulah kesan pertama saya. Dengan ramah seorang petugas taxi mengajak kami menuju tempat parkir Taxi yang akan mengantar kami ke hotel tempat menginap, tapi untuk mendapatkan Taxi itu perlu waktu lama denga antrian yang cukup panjang untuk mendapatkan tiket taxi Bandara, dengan melewati lorong dengan tiang-tiang berukir di terangi sayup-sayup sinar lampu neong yang tertempel di pelataran bandara, akhirnya kami sampai di tempat dimana Taxi diparkir, Sejenak suasana dalam mobil sedan berwarna biru hening seakan menikmati kursi taxi yang baru saja kami duduki, tiba-tiba pak supir memecah keheningan  dengan ramah mengucapkan “welcome to Bali”  dan kami hanya tersenyum dan saya berfikir orang Bali ramah ya...? hanya berselang beberapa detik pak supirnya terdiam, dan melanjutkan obrolan dengan mengajukan pertanyaan ke kami berempat dengan logat Bali.
“ Ini mau kemana mbak????? “
“ Ke Hotel Bakung Sari”, sahut Mumui yang memang duduk di sebelah pak supir,
Dengan beberapa pertanyaan yang diajukan pak supirnya, akhirnya pak supirnya memperkenalkan diri siapa tahu saat kami hendak balik dan butuh Taxi untuk ngantar ke Bandara, maka kami tinggal contac beliau,  nama pak supirnya “ Made Antara”.
Hanya berkisar kurang lebih tiga puluh menit kami melewati terangnya sinar lampu dan macetnya jalan (karena malam minggu jalanan macet, kalau normal bisa ditempuh dalam 15 Menit saja) akhirnya mobil berhenti di sebuah hotel yang bernama Hotel Bakung Sari, ketinggian Hotel ini hanya 4 lantai. Salah satu dari kami check in, dan kami bertiga duduk di loby sambil menunggu selesainya check  in, saat kami hendak menuju kamar yang disediakan, tiba-tiba datang seorang office boy menyuguhi kami minuman juice jeruk, wah… ini adalah pengalaman pertama menginap di sebuah hotel yang mana kita disuguhi minuman saat pertama check in dan dengan cekatan kedua office boy itu membawa ransel kami ber empat dan mengantar ke kamar 035 dan 036 di lantai dua. Tanpa sadar saya berujar bau apa itu ya, kok ada sesuatu yang beda dengan suasana kalimantan jalan menuju kamar kami melewati pohon dengan penerangan yang reman-remang. Office boy membuka pintu dan mempersilahkan kami masuk, sebelum pergi office boy itu mengucapkan “ selamat istirahat”.
Karena kampung tengah bunyi tanpa karuan karena memang belum makan malam akhirnya kami menyisir warung jalanan dekat hotel, dekat persimpangan jalan di seberang hotel kami mendapati warung dengan jaminan halal seratus persen, kamipun putuskan makan di warung Melati, saat hendak masuk dan pesan makan kami disapa seorang lelaki berpostur tinggi putih dengan mata sipit yang saya yakini dia berasal dari Negeri Rumpun Bambu, saya dan teman lainnya agak kaget melihat kondisi warung pinggir jalan itu, dimana dipajang botol minuman bir bintang, arak,dkk, kami jadi ragu dengan logo halal pada daftar menu yang disuguhkan, namun kami tetap menyantap makanan yang telah tersedia di atas meja karena perut sudah tidak mau kompromi dan penjual yang lainpun pada tutup karena sudah jauh malam.  Sesampai di Hotel Karena kecapean dengan perjalanan pagi dari rumah dan kampung tengah telah aman saya dan Mumui akhirnya langsung tertidur pulas.
Pagi buta, tak ada suara Adzan yang biasa saya dengar di setiap subuh dekat tempat tinggal saya di Tanjung Selor, karena saya juga lagi tidak sholat akhirnya saya melanjutkan dengkuran sampai bangunnya kesiangan.
Perlahan saya membuka pintu hotel, udara dingin Pulau Dewata menyambutku lembut seakan ingin menyapaku “Selamat pagi di Pulau Dewata”, dari atas lantai dua hotel terlihat seorang wanita membawa sesajenan dan ditaruh dekat kolam renang yang entah apa maksudnya?.
Karena janjian jam 08.00 dengan Supir yang akan mengantar kami jalan-jalan selama di Bali, akhirnya saya kembali masuk ke kamar dan bersiap-siap.
Saat tengah sarapan di restouran, ternyata banyak juga bule yang nginap dan lagi sarapan bersama kami, saya kagum dengan ibu-ibu pelayan di hotel itu mereka bisa berbagai bahasa karena saat ada bule datang untuk breakfast,dengan lancarnya dia menyapa dan mengajukan beberapa pertanyaan, begitupun saat saya lihat seorang tourist Cina, dengan lancar si ibu pelayan itu mengajukan beberapa pertanyaan pada touris itu.
Karena pak supirnya telah menunggu di loby hotel akhirnya kami akhiri  sarapan  pagi hari ini dan menuju tempat parkir dan menaiki mobil yang akan mengatar kami keliling Pulau Dewata.
Dalam perjalanan menuju Museum Bali (tujuan Tour kami yang pertama) kami ngobrol-ngobrol dengan Bli Kasdi (panggilan pak Supir yang mengantar kami), Bli adalah  panggilan hormat bagi laki-laki yang lebih tua atau sebaya dengan kita, kalau di Jawa dipanggil Mas, di Sulwesi dipanggil Kak, di sunda panggil Aa dan di Aceh dipanggil Abang.
Bli Kasdi mengantar kami ke Musem Bali, dalam perjalanan beberapa patung besar di perempatan jalan dalam bundaran kecil, kata Bli Kasdi  itu Dewa Krisna, dan disimpang enam terdapat patung Naga Bone.
Sesampai di Museum Bali yang terletak di Jalan Mayor wisnu – Denpasar, terdengar suara orang yang lagi beribadah dan mempersiapakn acaran Odalan (semacam syukuran yang dilaksanakan selama tiga hari disetiap enam bulan) karena besok adalah puncak dari hari perayaan Odalan itu sendiri.
 Dengan menyerahkan lima kertas uang lima ribu ditambah Rp. 2.500,-/kamera akhirnya kami masuk dan melihat koleksi Museum Bali, dengan antusias kami ngambil foto bergaya berdampingan dengan koleksi Museum Bali, Koleksi Patung sangat banyak dan beragam, ada Patung Rangda, Patung Sugrawa, patung Sahadewa, Patung Nakula, patung Ganesha. Terdapat lukisan besar upacara Odalan yang tengah diperingati oleh umat Hindu di Bali, lukisan Candi Kurung/Temple Gate, Maket candi Borobudur, lukisan tarian Kecak, senjata tradisional Bali yang terbuat dari Besi dan Baja antara lain : Tombak, Keris, Gada dan Trisula (senjata-senjata tersebut diroduksi sampai sekarang yang dipakai sebagai pelindung diri, perlengkapan tari-tarian dan dalam upacara keagamaan.
Karena sudah puas dengan suguhan koleksi Museum akhirnya kami next tour. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih sembilan puluh menit kami berhenti di Bukit Ubud untuk mengabadikan indahnya fanorama padi bersusun dengan pohon kelapa serta resouran di sebelahnya, merasa puas mengambil gambar akhirnya kami melanjutkan perjalanan menyususri jalan berliku dan menanjak namun rindang dengan banyaknya pohon di pinggir jalan.
            Karena sedang berlangsung acara Odalan menyebabkan kami hanya bisa menaiki mobil di tempat parkir bawah, dan memaksa kami harus jalan kaki menyusuri aspal panas nan mendaki dengan jarak sekitar enam ratus meter, saat kami mulai mengayunkan kaki menuju Pura terbesar di Bali itu “Pura Basukian Puseh Jagat” beberapa ojek datang menyerbu kami menawarkan kendaraannya untuk kami tumpangi, ada yang menawarkan mulai dari dua puluh ribu permotor, karena kami merasa kemahalan akhirnya kami memutuskan untuk jalan kaki menyusuri jalan yang cukup mendaki, namun mereka tidak langsung menyerah para pak ojek membuntuti kami dan menawarkan harga semakin murah, sampai harga yang ditawarkan lima ribu rupiah saja, namun kami sudah tidak perduli karena Pura sudah kelihatan yang artinya bentar lagi nyampai, sepanjang perjalanan menuju Pura Basukian puse Jagat (Pura Besaki) kami menyusuri toko-toko yang tertutup karena penjualnya mengikuti acara Odalan, disetiap depan toko yang kami lewati semua terdapat Sesajen  yang terbuat dari daun kelapa berbentuk baku kecil berisi bunga, rokok, kerupuk, nasi berwarna kuning.
 “Selamat datang di Besaki Pura terbesar di Bali”, sambut seorang gadis berpostur tinggi sambil memasangkan bunga kamboja di telinga sebelah kanan,
 “karena ada acara Odalan Kalau masuk ke Pura, harus pakai bunga kamboja, sahutnya lagi”, kami berempat senang-senang aja dipasangin bunga kamboja, itung-itung ngerasa benar-benar di Bali gitu lho….!!!!!! Saat kami mengayunkan kaki memasuki Pura, gadis yang memasangkan bunga kamboja meminta uang sedekah sebagai harga dari bunga kamboja yang dipasangkannya tadi, akhirnya mumui menyulurkan kertas duaribuan kepada gadis itu, belum juga kami beranjak dari pintu masuk datang lagi seorang anak kecil menawarkan foto gambar Pura Besaki  dan seorang bapak-bapak memaki baju warna putih dengan sarung setengah lutut memakai Udeng putih (penutup   kepala) menawarkan diri menjadi gaet dan menawarkan diri untuk jadi tukang foto, namun kami hanya berlalu saja tanpa perduli.
Di depan Pura Besaki di bawah Gunung Agung kami tidak melewatkan mengambil gambar sebagai bukti pernah ke Bali, he…Bali memang menyuguhkan keunikan Budaya dan Adat Istiadat, banyak Tourist Domestic dan Tourist Internasional mengambil  gambar, saya melihat perbedaan Tourist Domestik dengan Tourist Internasional dalam mengambil gambar, kalau Tourist Domestik mengambil gambar pasti ada objek manusianya, tapi kalau tourist Internasional objeknya hanya sesuatu yang memang unik dan bagus menurutnya, namun jarang menjadikan people sebagai objek foto.
Setiap patung yang berjejer disebelah tangga  menuju tempat acara Odalan (karena memang sedang berlangsung acara odalan) di dalam pura Besaki, dipakekan kain berwarna kuning, putih dan udeng  sesuai warna kainnya, dan setipa wanita Bali  yang lewat di depan kami mengenakan pakain putih seperti kebaya (kalau orang Jawa menyebutnya) dan kain panjang seperti rok bermotif batik Bali sambil membawa baku berisi sesajen di atas kepala, dan laki-lakinya memakai baju dan sarung serta udeng berwarna putih.  Setiap orang yang keluar dari tempat berlangsungnya acara odalan pasti terdapat beberapa butir beras di jidat dan leher.
Setelah merasa puas berkeliling dan mengambil gambar akhirnya kami menuju pintu keluar disana kami diserbu para wanita-wanita penjual bunga kamboja yang tadi saat kami baru masuk, mereka menawarkan naik ojek dengan mereka, karena matahari mulai panas kamipun memutuskan untuk naik ojek para wanita-wanita tangguh itu, karena kami hanya berempat dan mereka berbanyak orang akhirnya tarik menarikpun tidak terelakan, hingga baju rasanya mau robek (lebay tapi begitulah kenyataannya).
Di dalam mobil berplat DK 961 FJ kami menyempatkan diri istirahat sambil tidur sebelum sampai di tempat wisata berikutnya karena tour kami hari ini masih panjang. Tiba-tiba mobil berhenti dipinggir jalan yang berbukit, dan Bli Kasdi membangunkan kami,
mbak ayo turun ambil foto Danau  Batur dari bukit dengan ketinggian”,  saya yang memang dari tadi  tertidur sejak meninggalkan Pura Besaki mengucek mata dan membuka pintu mobil, karena memang saya duduk di pintu pinggir kiri, saat membuka pintu mobil udara luar terasa berbeda dengan udara Bali yang saya nikmati dari kemarin malam sampai siang hari tadi di Pura Besaki, hawanya dingin, sejuk apalagi dipinggir jalan masih rindang dengan pohon-pohon hijau dan lebat. Saat kami berjalan mengikuti Bli Kasdi mata kami disuguhi gagahnya Gunung Kintamani yang kelihatan hitam dipinggirnya seperti lelehan larva dan luasnya hamparan air Danau Batur, dalam air danau Batur airnya membentuk warna yang berbeda menyerupai bentuk pulau-pulau dan pohon-pohon di pinggir bukit yang bergoyang menambah keelokan danau itu. Saat kami tengah mengambil gambar, tiba-tiba datang bus mini yang mengantar tourism mancanegara yang berasal dari negeri Ginseng Alias orang Korea.
            Tidak puas menikmati Danau Batur dari atas bukit, akhirnya kami melanjutkan perjalanan menyusuri jalan yang terjal dan berliku, sekitar sepulu menit akhirnya kami sampai di pinggir Danau Batur  udaranya semakin dingin ditambah hembusas angin yang semakin kencang, kami berdiri sejajar di bawah Gunung Kintamani dan sejajar dengan Danau Batur,dipinggir danau terlihat tanaman strowbery, air danau di kelilingi gunung-gunung dan terlihat dari jauh air terjun yang menambah keindahan pemandangan Danau Batur, di pinggir Danau terdapat semacam pelabuhan yang terdapat beberapa perahu, yang ternyata perahu itu dipakai wisatawan untuk berkunjung ke tempat dimana mayat-mayat tidak dikuburkan dan dijadikan objek wistata, dan lokasi berada di ujung timur Danau Batur, karena kami kurang tertarik melihat mayat-mayat tanpa dikubur akhirnya kami hanya mengambil foto disekitar Danau Batur saja, saat kami tengah narsis foto-foto beberapa ibu-ibu datang mengahmpiri kami dan menawarkan jajanannya,
“Belli bu gelangnya murah ajja (dengan logat Bali) cumma seppuluh ribu..!!!!!!!”
kami tetap asyik dengan kamera kami sambil bergaya ala foto model, seperti penjual pada umumnya, sekali menawarkan tidak akan jerah jika kita belum beli, dan ibunya tetap berdiri diantara kami, meski kami telah menyatakan bahwa kami tidak akan beli barang yang ditawarkannya.
 Sepanjang pinggir Barat Danau  Batur terdapat kursi dan meja yang disediakan untuk para pengunjung untuk minum, ngemil atau sekedar ngobrol sambil menikmati fanorama alam ini. Karena kami merasa puas foto-foto, kami ngobrol-ngobrol sambil menikamti pemandangan, ibu yang jualan tadi ikut bergabung dengan kami dan memulai percakapan
“ibu ini sudah haji ya….????” tanyanya, saya hanya tersenyum dan mengaminkan dalam hati
“belum bu” jawab salah satu dari kami,
“kenapa semua pada pake penutup kepala?” lanjut si ibu,
“pake jilbab, ini penutup kepala yang kami pakai namanya jilbab bu, kalau dalam Islam bagi wanita yang sudah baliqh wajib hukumnya menutup aurat/memkai jilbab, kalau tidak menutup aurat akan berdosa” jawab Mumui,
Ibu itu punya kenalan, dia pakai penutup kepala karena sudah naik haji” sambung si ibu kembali,
“kalau dalam agama kami, kalau sudah ke te  yang dianggap para penganut agama Hindu, jika sudah berkunjung dan memegang Patung di tempat itu maka hitungannya sama dengan naik haji kalau dalam agama Islam” si ibu sambung pembicaraanya,
Saya, ketiga teman yang lain dan Bli Kasdi hanya tersenyum mendengar penjelasan si ibu. Si ibu seakan tidak mau melewatkan kesempatan untuk bertanya tentang Rukun Islam yang ke-5 ini, si ibu meminta kami menjelaskan seperti apa Haji itu.
 karena sedari tadi Mumui yang serius menaggapi obrolan dengan si ibu akhirnya dia menjelaskan panjang lebar mengenai apa itu Haji dan bagaimana pelaksanan Haji itu sendiri.
Karena Mbak Lis dan Neng Icha sepertinya mulai bosan, merekapun meminta agar kami meminta Mumui untuk mengakhiri obrolannya dengan Si Ibu (namun mbak Lis ngomong dalam bahasa Jawa, tapi berhubung saya telah lama berinterkasi dengan Wong Jawa, saya sedikit mengerti bahasa-bahasa pasaran mereka), sebelum kami pergi meninggalkan si ibu, beliau mendo’akan kami agar kelak bisa naik Haji, saya hanya mengaAmiinkan dalam hati, dan kami ucapkan terimakasih padanya.
Akhirnya setelah kembali melewati jalan berliku dan menanjak kamipun sampai di tempat Wisata Tampak Siring tempat Mata air yang dipercayai sebagai air suci yang jika mandi di Kolam air suci, dan disana kita bisa melihat keindahan Pura Tirta Empul, di Tampak Siirng kami menikmati cantiknya Ikan Hias di dalam kolam yang super gedenya, dan saya beberapa kali ngintip-ngintip ke dalam kolam tempat Mata Air suci itu berada, saya melihat beberapa orang mandi di bawah air yang keluar dari patung-patung yang memang didesain seperti air terjun yang keluar dari mulut patung, bagi orang yang ingin melebur dalam kolam itu ada syarat yang tidak boleh dilanggar antara lain:
“ Tidak diperkenankan memakai sabun, sikat gigi, sampo dan semacamnya; Harus memakai pakain Adat; Bagi wanita kalau melebur harus memaki baju; Tidak boleh mencuci segala maam pakaian. Jika melanggar ketentuan maka akan dikenai sanksi Yadnya Eko Sato dan Yadnya Manca Sato.”
Begitupun saat saya hendak masuk ke pura Tirta Empul, seorang bapak dengan baju Putih pakai udeng putih dan sarung setengah betis, menghampiri dan memberikan selendang sebagai syarat untuk masuk melihat keindahan Pura Tirta Empul, di sebelah pintu masuk terpasang kayu besar bertuliskan “Attention: Tidak diperkenankan masuk jika tidak memakai pakain adat atu selendang, tidak boleh memakai celana pendek, dan tidak boleh masuk bagi wanita haid”, akhirnya saya mengurungkan niat untuk melihat langsung keindahan Pura Tirta Empul, saya dan Mumui akhirnya menuju tangga yang tinggi, disitu kami foto-foto sebagai ajang untuk menghilangkan rasa kekecewaan tidak bisa masuk melihat bagaimana bentuk Pura Tirta Empul.
Karena jam telah menunjukan jam 02.00 WITA, kampung tengahpun minta diisi, akhirnya kami meutuskan untuk keluar dari Tampak Siring, saat saya dan teman hendak keluar, dekat pintu masuk tadi kami melihat beberapa orang sementara beribadah, memuja patung yang ada di depannya, Astaghfirullahul arim, bisikku dalam hati.
Karena pintu keluar harus melewati jalan yang panjang, disepanjang jalan, berjejer penjual pakain, baju anak-anak, daster, gantungan kunci, oleh-oleh khas Bali, dll, setiap kami melewati satu lapak pasti kami dipanggil-panggil untuk belanja di lapaknya, karena mbak Lis dan Neng Icha tertarik dengan topi rajutan, akhirnya mereka menanyakan harga, harga penawarannya sangat mahal, akhirnya terjadilah tawar menawar yang sangat sengit diantara mereka, saya sendiri tertarik dengan baju anak-anak yang ada di lapak sebelah mbak Lis dan Neng Icha nawar topi, saya dan ibu penjualnya saling tawar menawar, saat saya menawar barang si ibu dan si ibu bilang iya, namun ketika barang itu mau saya ambil si ibu penjual mengambilkan barang yang lain, sayapun jadi kesal, dan memutuskan hanya membeli satu saja dengan harga yang lumayan mahal jika dibandingkan dengan harga normalnya, saat mbak Lis dan Neng Icha selesai tawar menawarnya, dan iseng-iseng mereka nanya harga topi yang sama di sebelah lapak tempat mereka beli, ternyata lapak sebelah menawarkan harga Rp. 20.000,- lebih murah dari harga beli topi di lapak sebelah (sungguh terlalu, kata bang Rhoma Irama).
Saya yang dari tadi ditawari ngambil tiga baju, dan saya sudah memtuskan untuk mengmbil satu saja karena terlanjur kesal, namun ibu penjualnya terus memaksaku untuk mengambil ketiga baju itu sampai Mumui, mbak Lis dan neng Icha sudah pergi jauh meninggalkan diriku sendiri di lapak si ibu, akupun beranjak dari lapaknya tapi si ibu terus-terus menarik bajuku, sampai kupanggil mumui…..tolongbah!!!!!! (dengan wajah yang agak mengguratkan rasa kesal dan sedikit takut), sambil berusaha melepaskan diri dan mengatakan bahwa teman saya telah meninggakan saya bu…, akhirnya si ibu itu melepas tangannya (sungguh pengalaman yang luar biasa), akupun berlalu dari si ibu dan berlalri kecil mengejar ke tiga temannku yang menungguiku di sudut jalan sambil tertawa kecil.
           Sepanjang perjalanan kami tertawa mengingat kejadian yang baru saja kami alami, sampai satu temanku ngolokin aku, “Mumui….tolong bah……!!!!!!!” aku sendiri tersenyum geli jika mengingat bagaimana saya diperlakukan si ibu “apa semua pembeli dibuat seperti itu ya sama si ibu tadi, tanyaku dalam hati”.
           Karena jam telah menunjukan 15.00 WITA kampung tengah kami sudah sangat menderita, pengen diisi, akhirnya berjam-jam kami menapaki jalan berliku saking sulitnya mendapatkan penjual makanan dengan label 100% Halal, karena sepanjang perjalanan yang saya temui hanya warung makan babi gulung, restoran babi, dsm. Akhirnya kami menemukan warung asli Jawa, walau harus menunggu sampai satu jam karena banyaknya antrian, akhirnya kamipun makan dengan lahap sekalian teman-teman lainnya sholat. Hal yang sangat berbeda yang saya dapati sepanjang perjalanan mulai berangkat dari Hotel sampai jam 17.00 WITA tak satupun Masjid ataupun Mushollah yang saya temui, gerejapun hanya satu yang saya lihat itupun di Denpasar ibukota Propinsi Bali,yang tak terhitung banyak itu Pura yang menandakan bahwa 95% penduduk Bali beragama Hindu.
                       Karena perjalanan dari tempat kami makan ke Denpasar lumayan jauh, akhirnya kami sampai setelah adzan Maghrib, dengan alasan Musafir dan sulitnya menemukan Masjid akhirnya petualangan kami lanjut ke Jalan Raya Tuban, disana kami menemukan  sebuah tempat belanja Oleh-oleh khas Bali, tepatnya di Rama Krisna, kata Bli Kasdi Tokonya Open 24 Hour, mungkin ini adalah pemandangan pertama bagi saya sepanjang tour saya selama ini baik itu di Mall ataupun di toko-toko di Makassar, Bandung, Jakarta, Bekasi, Surabaya, Yogyakarta, Tarakan, Samarinda, Balikapapan, Mamuju, Majene (toko aja maksudnya, soalnya di Majene belum ada Mall, he..), tak pernah saya mendapati pengunjung dipasangi stike,  namun dsini kami dipasangi stiker berwarna Ijo di dalamnya terdapat gambar seorang lelaki yang sedang memainkan seruling, dan sekeliling pinggirnya bertulis Rama Krisna. Karena sudah merasa belanjaan saya cukup untuk oleh-oleh akhirnya saya keluar bersama Mumui dan di teras Market Rama Krisna  disediakan teempat duduk bagi orang uang lagi nunggu seseorang atau untuk orang yang memang ingin istirhat ataupun sekedarmpat duduk bagi orang uang lagi nunggu seseorang atau untuk orang yang memang ingin istirhat ataupun sekedar nongkrong. Karena mbak Lis dan Neng Icha masih mencarikan pesanan saudaranya akhinya saya dan Mumui memuttuskan menunggu di luar sambil nongkrong, akhirnya saya kembali disuguhi pemandangan yang luar biasa, yang selama ini hanya bisa saya saksikan di layar TV, karena kebetulan tempat duduk saya dan Mumui berdekatan dengan beberapa ibu-ibu yang saya perkirakan berumun empat puluh sampai empat puluh lima tahun yang penampilannya borju abis, mereka lagi asyik merokok sambil ditato oleh dua pemuda (tukang tato) ada yang ditato pergelangan kakinya ada juga di atas bahu, dipunggung. Bukan maksud mengibah aku dan Mumui saling menatap penuh arti, dan seakan tidak sengaja dari mulut ini keluar kalimat “kasian ya ibu-ibu itu” “mungkin karena kebanyakan uang dan g tau mau dikemanain akhirnya mereka belanjakan untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya????” sambung Mumui.
Bukan hanya di sini Sra, di Mall-mall Balikpapan juga banyak hal seperti ini, katanya banyak ibu-ibu yang berpenampilan borju nongkrong sambil ngorokok jama’ah sahutnya dengan nada bercanda, masa iya sih di Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur  juga keadaannya sudah seperti ini???? Dengan nada yang kurang percaya dengan apa yang dikatakan Mumui barusan. Maklum saya tinggal di Bulungan Kalimantan Timur bagian Utara jadi lama ke Mall, he..
Sambil terkantuk-kantuk dan lapar nungguin mbak Lis dan Neng Icha, mas-mas yang tadi tatoin ibu-ibu datang nyamparin kami dan menawarkan Jasa Untuk Tatoin kami, saya dan Mumui kembali saling berpandangan dengan tersenyum,
“ Maaf mas kami g mau ditato”, jawabku,
“ Cuma dua puluh ribu kok mbak, dan tatonya juga g permanent” sambungnya
“ Tapi maaf mas, kami memang g kepengen ditato” kata Mumui dengan suara yang agak nyaring. Akhirnya mas Tatopun berlalu meninggalkan kami.
Dinginnya angin malam Pulau Dewata seakan meninabobokan diriku di kursi tunggu di pelataran market Rama Krisna karena kecapean dengan tour kami dari pagi hingga malam jam 23.00  WITA.
Karena mbak lis dan neng Icha sudah menunggu kami di pintu keluar Market Rama Krisna, kamipun menyamparinya dan bersama-sama kami menuju Bli Kasdi yang setia menunggui kami. Dan Kampung tengah mulai kosong dan minta diisi kembali, akhirnya kami menuju sebuah Rumah Makan yang kata Bli Kasdi di Rumah Makan itu dijual makanan khas Bali Ayam Bedtudtu namanya, saya dan ketiga teman lainnya sangat semangat ingin negerasain  Ayam Bedtudtu karena dari siang kami mencari warung ayam bedtudtu, tapi tak satupun yang jual diarea tempat wisata yang kami kunjungi seharian ini.
Sesampai di warung yang dituju, kami kembali menelan kekcewaan untuk merasakan Nikmatnya ayam bedtudtu karena warung itu ternyata sudah tutup, kata Bli Kasdi warungnya memang sering cepat tutup karena banyak dikunjungi oleh para wisatawan kuliner. Dengan mata sudah lima watt ditambah perut yang kosong, kami kembali menyusuri jalan Raya Tuban dan Alhamdulillah kami mendapati Restoran Ayam Goreng Khas Jawa Timur, sambil menikmati makan malam pengunjung dihibur band dan penyanyi café, dan kalau pengunjung kepengen mempelihatkan kebolehanny dalam menyanyi atau sekedar sumbang suara bisa langsung ke depan dan menyanyi diiringi band.
Karena sudah jauh malam, jalananun sudah mulai sepi, sehingga mempercepat sampainya kami ke Hotel. Karena pengen cepat istirahat Mumui segera mandi dan sholat Isha jamak Maghrib. Meskipun mata sudah ngantuk bangat kami tetap ngobrol melepas kerinduan kenangan masa-masa kuliah dulu, bercerita tentang hidup kami, sampai tidak sadar obrolan sampai dimana, akhinya kami tertidur pulas.





2 komentar:

Nurin Ainistikmalia mengatakan...

pengalaman yang sangat indah dan berkesan. Oh ya masih terdapat beberapa typo (kesalahan pengetikan), misalnya, sebagian pake aku, sebagian pake saya, bumi pakutaka=bukannya bumi paguntaka, dll.

Ehm, aku baru tahu, kalau di Sulawesi panggilannya Kak, hehe (yang ini gak penting yak...)



Aku tunggu part berikutnya...

Anonim mengatakan...

Everything is politicized, they do not look at cause and effect and don't know how to interpret facts. [url=http://www.ukdresshop.co.uk]Bridesmaid Dresses uk[/url]
[url=http://www.expeditionparkaca.com]canada goose online[/url] LIVESTRONG is a registered trademark of the LIVESTRONG Foundation.
Crocs exclusive croslite material makes the cushy comfort of these beach clogs possible. [url=http://www.londongenuinepandora.com]thomas sabo chains[/url] The items of mens clothing discussed usually are not the only objects it is best to consist of in your wardrobe but undoubtedly a number of the most significant ones. You be surprised how easy it is to lose your ring. Decide if you do or don't like the ruffled bohemian skirt, the flat knee-high boot, or the retro sunglasses.
But this attitude belies the hundreds of years of trends in men's shirts. [url=http://www.femmescanadagoose.com]Canada Goose Chilliwack Bomber[/url] And with them coming in, shopping for fishing online has become really easy and cheap! Goods and commodities are cheap online because suppliers purchase the goods at a discounted price and in bulk quantities.
Always take a good look at yourself in the mirror before deciding on your final look. The practices of the Academy of couture art is similar to what is told in the academy of couture art reviews, in that the institute offers great benefits in terms of allowing a student to get a degree of his or her preference, which may include an associate or bachelors in pattern making or design. The properties in our neighborhood range from 1 acre to 8. [url=http://www.promkleidde.com/]Organza Prom Kleid[/url]