Dia
bercerita tentang hidupnya, bagaimana dia menjadlani hari-harinya, bagaimana
kecemburuan dalam dirinya kepada orang lain untuk bisa menjadi yang terbaik
seperti halnya orang lain, dia tidak cemburu karena materi yang diperoleh oleh
orang lain tapi dia cemburu akan kesempatan orang lain untuk menambah keilmuan,
pengalaman dan kecintaan kepada Allah sang pemilik hati.
Dia
anak tunggal dari pasangan yang cukup protektif, sehingga aktivitasnya begitu dibatasi, karena
kehawatiran anaknya lelah, capek, setiap aktivitasnya harus diketahui oleh
orang tuanya, siapa temannya, apa kegiatan semua harus terlist dalam daftar
kontrol orang tuanya namun demikian dia
begitu dimanja oleh kedua orang tuanya.
Hari
itu dia bercerita bagaiamana perasaannya ketika dia berumur dua puluh tahun,
tercatat sebagai pegawai honorer pada sebuah sekolah menengah di daerahnya,
setiap hari dia harus berangkat lebih awal dari karyawan lainnya karena dia
harus mencuci piring, menyapu lantai, merapikan meja, menyiapkan minum bagi karyawan-karyawati.
Setelah para karyawan lainnya datang dia harus membantu administrasi, dimintai
tolong ketik ini, antar ini dan itu dan banyak lagi tugas lainnya, , begitupun
saat hari mulai sore karyawan lainnya sudah kembali ke rumah masing-masing
namun dia tetap berjibaku dengan tumpukan piring, kotornya lantai dan
berhamburannya