Dia
bercerita tentang hidupnya, bagaimana dia menjadlani hari-harinya, bagaimana
kecemburuan dalam dirinya kepada orang lain untuk bisa menjadi yang terbaik
seperti halnya orang lain, dia tidak cemburu karena materi yang diperoleh oleh
orang lain tapi dia cemburu akan kesempatan orang lain untuk menambah keilmuan,
pengalaman dan kecintaan kepada Allah sang pemilik hati.
Dia
anak tunggal dari pasangan yang cukup protektif, sehingga aktivitasnya begitu dibatasi, karena
kehawatiran anaknya lelah, capek, setiap aktivitasnya harus diketahui oleh
orang tuanya, siapa temannya, apa kegiatan semua harus terlist dalam daftar
kontrol orang tuanya namun demikian dia
begitu dimanja oleh kedua orang tuanya.
Hari
itu dia bercerita bagaiamana perasaannya ketika dia berumur dua puluh tahun,
tercatat sebagai pegawai honorer pada sebuah sekolah menengah di daerahnya,
setiap hari dia harus berangkat lebih awal dari karyawan lainnya karena dia
harus mencuci piring, menyapu lantai, merapikan meja, menyiapkan minum bagi karyawan-karyawati.
Setelah para karyawan lainnya datang dia harus membantu administrasi, dimintai
tolong ketik ini, antar ini dan itu dan banyak lagi tugas lainnya, , begitupun
saat hari mulai sore karyawan lainnya sudah kembali ke rumah masing-masing
namun dia tetap berjibaku dengan tumpukan piring, kotornya lantai dan
berhamburannya
meja, namun dia begitu ikhlas menjalaninya.
Hari
semakin sore dia kembali ke rumah namun bukan untuk istirahat tapi bersiap-siap
berangkat ke kampus karena dia masih tercatata sebagai Mahasiswi di salah satu
Universiatas di daerahnya, Di kampus dai termasuk anak yang cerdas namun kuper
karena takutnya teman-temannya untuk dekat dengannya akibat protektif kedua
orang tuanya, namun dia tetap menjalaninya dengan ikhlas.
Sekuat-kuatnya
dia menyimpan durian baunya tercium juga,hari itu dia begitu capek lelah,ahirnya
tak disengaja dia mengeluh dengan rutinitasnya, karena keluhannya itu terdengar
oleh orang tuanya, secara langsung orang tuanya memutuskan kontrak kerja dengan
sekolah tempatnya bekerja,dia begitu menyesal, sedih, sampai bercucuran air
mata meminta kepada orang tuanya untuk mengcancel keputusan untuk menrisentkan
dirinya, namun semua telah terjadi, keputusan orang tuanya tidak bisa
diganggu-gugat. Dia bercerita bagaimana bahagianya saat menerima gaji
pertama hasil keringatnyas sendiri
walaupun jumlahnya tidak seberapa, namun sangat berarti baginya.
Dengan
keputusan orang tuanya itu menjadikannya kembali sebagai sosok gadis penunggu
rumah, aktivitasnya hanya kuliah rumah, kuliah rumah dan itu sangat
membosankan.
Kini
anak itu telah menyelesaikan studinya, dan kembali bekerja sebagai tenaga
honorer di salah satu sekolah swasta di daerahnya, dan saya ingin sekali
mendengar cerita hidupnya saat ini, namun belum sempat.
Credit image di gambar-kartun-muslimah-comel-manis-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar