Hijrah adalah
suatu tindakan untuk melakukan perpindahan dari tempat yang lama ke tempat yang
baru, kondisi yang tidak nyaman ke tempat yang kondisinya lebih nyaman,
berpindah dari daerah yang penuh carut marut ke daerah yang aman, dari daerah
yang penuh pertikain ke daerah yang saling mencintai. Rasulullah SAW berkata
bahwa ketika tak ada lagi jalan lain yang lebih baik engkau pilih untuk sebuah
kebaikan maka ber-Hijralah!!!
Rasulullah
Menyarankan umatnya agar melakukan tindakan hijrah, jika telah tidak ada lagi
jalan yang lebih baik ditempuh untuk sebuah kebaikan. Maka aku tersadar, bahwa
selama ini saya sendiri tidak sadar akan Hijrah yang kulakukan dengan
keterpaksaan. Hijrah dalam artian berpindah tempat memang sejak awal telah
kusadari, namun hijrah dari kebiasaan atapun lingkungan yang kurang baik ke
tempat yang lebih kondusif dan lebih mendukung untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, telah
kutemukan dalam perjalanan “Hijrah yang terpaksa ini”. Awal Hijrah memanglah
sungguh sangat berat, namun ketika tersadar akan Hikmah dari ketetapan Allah
untuk hijrah, membuatku tak sanggup
berkata-kata akan Kasih Sayang-Nya, yang menyelamatkanku dari gemerlap indahnya
dunia yang fana (Lebay.com, he.......).
Ketika dulu
menuntut ilmu di salah satu Universitas di Makasar, Allah telah menunjukiku
jalan untuk berhijrah menuju kehidupan yang lebih baik (lebih dekat dengan pencipta), dengan mengirimkan salah
seorang sahabat yang mungkin telah lama mengenal islam daripada saya, karena
sahabat saya ini senior satu tahun diatas saya, namun karena cita-citanya ingin
menjadi dokter, tidak bisa tercpai karena gagal dalam seleksi SPMB membuat nya
menunggu setahun untuk mencoba lagi, namun dewi fortuna yang dia harapkan tetap
saja tidak berpihak padanya, akhirnya kami dipertemukan yang mana saya anggap
sebagai skenario Allah untuk menyelamatkanku dari kejahilian (tambah lebai, he..) kala itu, namun
sayang, kala itu saya belum sadar akan karunia itu. Seringkali kak Ratna
mengajakku untuk ikut pengajian, namun sesering itu juga aku menolaknya dengan
berbagai macam alasan, dan alasan yang paling jitu yang seringkali kudalihkan
padanya “kalau yang lain ikut (Sahara, Sutri, Kak rahma) ikut, saya juga ikut,
solanya kalau sendiri aku malu. Dan so pasti mereka bertiga akan mencari-cari
alasan, untuk tidak bisa hadir, akhirnya akupun absen disetiap pengajian yang
ditawarkan kak Ratna padaku, dan pernah suatu kali saya mengiyakan ajakan kak
Ratna untuk ikut pengajian bersama Sahara, karena untuk kesekian kalinya diajak
maka kesekian kalinya pula melakukan penolakan, dan inilah pengalaman pertama
dan terakhir mengikuti pengajian di Makasar sampai saat ini.
Karunia Allah yang sangat besar padaku kala itu dengan
mengirimkan seorang sahabat sekaligus pengingat, agar bisa melakukukan
perubahan tak kuindahknan karena memang kala itu tak kusadari nikmat itu.
Tibalah Nikmat/Cobaan (tergantung dari sudut mana kita
menilainya) Allah yang benar-benar luar
biasa, yang memaksaku untuk berhijrah dalam artian sebenarnya melakukan
perpindahan tempat dari Pulau Sulawesi menuju pulau Kalimantan, untuk sebuah
tugas yang diamanahkan Allah padaku, yang notabene Perpindahan ini cukup berat
karena harus berpisah dengan keluarga dalam lintas pulau, yang mungkin tidak
seberat saat menuntut ilmu di kota Daeng, yang hanya ditempuh kurang lebih
tujuh sampai delapan jam, dan hanya menggunakan Bus untuk sampai di rumah,
sedangkan ini harus mengarungi lautan dan daratan yang cukup memakan waktu.
Sekitar
kurang lebih lima puluh hari saya dan teman-teman seperjuangan (teman baru kenal, karena ternyata ada
beberapa orang dari pulau Sulawesi yang penempatan Kalimantan) tinggal di kota
yang panas dan kaya akan batu bara ini, disinilah di kantor berlogo Be(Biru)-Pe(Ijo)-Es(Orange)
dengan nuansa abu-abu, saya mulai belajar beradaptasi dengan orang-orang baru,
yang karakternya berbeda dengan orang Sulawesi kebanyakan, Karena di BPS ini
kebanyakan dari Pulau Jawa,Banjar, dan Orang Borneo asli, dan hanya ada satu
orang yang berasal dari Sulawesi dan itupun taunya setelah kurang lebih tiga
tahun meninggalkan BPS Prop. Kaltim.
Dengan
hijrah maka barang pasti akan bertemu dengan sesuatu yang baru yang
mengharuskan kita untuk beradaptasi agar bisa tetap berjalan dengan normal,
maka itulah yang terjadi padaku saat itu, dimulai dari Sholat sesuatu yang ku
anggap aneh, karena tidak pernah melihat
pemandangan atau mungkin ilmuku yang masih sangat kece, ketika ada seorang yang
datang terlambat untuk sholat dan
mendapati seseorang sedang dalam keadaan sholat, maka dia akan menjadikan
dirinya sebagai masbuk, aku bertanya akan pemandangan yang menurutku baru ini,
pada seseorang yang menurutku bisa memberikan penjeasan berdasarkan ilmu yang
dimilikinya, ternyata dalam hukum islam hal tersebut dibolehkan dan lumrah
dilakukakan di sisni, jawabnya. Adaptasi
yang kujalani selama kurang lebih lima puluh hari ini, tidak beberapa
tapi banyak, mulai dari adaptasi belajar menjadi karyawan yang harus siap
bekerja, yang selama ini hanya dapat tugas belajar,kuliah dan menunggu kiriman, beradaptasi dengan makanan, beradaptasi dengan gaya hidup, dll.
Tibalah hari yang mengharuskan kami untuk kembali Hijrah
(dari pulau Kalimantan menuju Pulau Jawa, Jakarta khususnya “orang Jawa Aneh,
kalau ditanya saat liburan kuliah, mau liburan kemana? Mereka pasti jawab mau
liburan ke kampung aja, pulang ke Jawa, padahal Jakarta itukan termasuk dalam
pulau Jawa, anehkan????)", perpindahan dari daerah yang hanya kurang dari dua
bulan kami menetap disana, dan kini harus pindah kedaerah yang lebih ramai,
lebih glamor, lebih banyak corak, lebih bervariasi orang-orangany, menyediakan fasilitas yang lengkap, karena
disinilah tempat bertemu berbagai macam karakter, suku, etnis, bahasa, dialeg,
latar belakang, ya.. disinilih meleburnya semua perbedaan itu, namanya di
ibukota Negara Republic Indonesia
“Jakarta” yang selama ini hanya bisa saya lihat dengan layar kaca, namun
sekarang saya benar-benar menjadi bagian dari padatnya ibukota ini.
Kembali kepada Hijrah terpaksa yang membawa begitu banyak
hikmah, sekitar sebulan kami tinggal di Jakarta deng rutinitas berkisar
kosan-kampus dengan kegiatan
makan,tidur,kuliah, nyelesiain tugas, jalan (karena kami tercatat
sebagai mahasiswa Tugas belajar, makanya punya uang untuk jalan-jalan, meski
tiap akhir bulan setiap anak kos pasti pinjam ke bendahara Kos (karena tiap awal
bulan kami selalu iuranan untuk bayar listrik, air, dan kebutuhan lainnya,
salah satunya, dana taktis akhir bulan, he..). sebulan kini, aku tinggal di
salah satu rumah dengan empat saudara seperjuangan yang sama-sam dari
Kalimantan Timur, kami hidup saling menyayangi, saling menghargai, meski ada
salah satu dari teman kos yang non-muslim, namun kami tetap saling menghargai
dan sailng menolong satu sama lain, disini benar-benar terasa akan hijrah yang
aku jalani, mulai dari teman kos yang dulu waktu masih kuliah di Makasar, tetangga
kosnya yang biasa didatangi laki-laki yang ngakunya saudara sekampung, tapi ya…memang
asrama yang dulu saya tinggali di Makasar namanya Aspuri (asrama Putri) tapi,
laki-laki bebas masuk dan laki perempuan bebas berkhalwat karena asrama saya
tidak ada ibu kosnya.
Berbeda saat tinggal di Jakarta bersama Murni, Jum, Kak
Hikma, Selvi, kami saling menjaga, saling menemani jika harus ada teman laki-laki
yang hendak berkunjung ke kontrakan kami
karena ada kepentingan yang memang harus datang ke tempat kami.
Waktu berlalu begitu cepat,kami lalui meski kami sering
kangen kelurga di kampung, dan kini dua bulan sudah saya ikut pengajian yang
merupakan program dari Rohis D1, kami Liqo setiap akhir pekan di rumah mbak Ika
dan kadang-kadang di Masjid Kampung Melayu, kami liqo berlima bersama Nensi, Murni, Tami, Mbak
Ema, dan saya sendiri, yang kadang-kadang suka bolos.
Mulai dari mengenal liqo inilah, aku melakukan perubahan dari
kemana-mana selalu ditemani celana jeans warna biru kesukaan, menjadi rok yang
anggun dan cantik. Aku belajar istiqomah memakai rok, sampai saat saya pulang
ke kampung halaman saat liburan semester, kakak dan ibu serta bapak menegur dan
mengkritik “kenapa kuliah di Jakarta penampilannya kok jadi kayak orang kampung,
kemana-mana pakai rok, g ribetkah? malah lebih style, lebih modis waktu kuliah
di Makasar, mana pakaiannya yang dulu? Kata mereka bergantian dengan wajah yang
sepertinya mengguratkan kekecewaan atas perubahan yang kupilih” namun aku hanya
diam dan mengatakan ini wajib hukumnya bagi seorang wanita untuk menutup aurat
dan lekuk-lekuk tubuhny, maka dengan berok itulah Insya Allah aurat akan
tertutup. Tapi mereka tetap saja, kurang bisa menerima keputusanku, sama
seperti tujuh bulan yang lalu saat kuputuskan untuk berjilbab (meskipun
jilbabny masih tipis-tipis), sampai masih sangat teringat dikepalaku komentar
bapak saat itu, kalau dalam rumah g usah pakai jilbab, nanti kepalamu jadi
botak, aku memaklumi komentar beliau saat itu, karena mungkin saking sayang dan
tidak membiarkan terjadi sesuatu yang tidak baik pada saya sehingga beliau
mengingatkan seperti itu (karena beliau memang belum faham akan kewajiban
seorang wanita yang telah balig untuk menutup aurat), saya tidak perduli dengan
komentar-komentar keluarga karena memang telah kuazzamkan diri ini untuk tetap
berjilbab meski jilbabnya masih belum syar’i menurut agama, namun menurutuk
saat itu, sudah menutup aurat dengan benar.
Iman seseorang akan selalu mengalami pasang surut, adakala
imannya begitu menggelora, namun dilain kesempatan imannya melepuh, keimanan
sama seperti bunga-bunga di taman yang jika senantiasa disirami maka dia akan
tumbuh subur, mengeluarkan bunga-bunga yang cantik, yang menyejukkan dan
memberi keindahan bagi orang yang memandangnya. Qalbu jika tanpa siraman ilmu
pengetahuan agama, akan perlahan-lahan kering, layu dan hanya menyisahkan
seonggok hati yang penuh kegersangan dan tiada kedamaian.
Waktu berlalu begitu cepat, 365 hari telah barlalu
kebersamaan dengan teman-teman kelas, teman-teman dari daerah lain, teman-teman
Liqo, teman-teman kos, ibu DJ (Warteg langganan kami) harus berakhir, masa
kontrak kami di Jakarta telah berakhir, Jakarta tak mau lagi menampung kami,
kami harus kembalik ke daerah kami masing-masing untuk mengaplikasikan ilmu
yang diamanahkan kepada kami.
Kini hari itu kami telah sampai pada akhir cerita di Jakarta,
kami kini telah berada di daerah masing-masing (sayang saya dan beberapa teman
lain harus menuju ke daerah baru dan belum pernah sama sekali kami kunjungi),
Iya saya harus Hijrah kembali, Hijarhnya yang begitu jauh (tapi masih dalam
batas NKRI, he.., tapi dekat perbatasan antara RI dan Malasya), dari Pulau Jawa
menuju daerah yang ada di Utara pulau Kalimantan.
Kembali pada dunia baru, ke daerah yang asing, yang harus
beradaptasi lagi dengan orang-orang baru. Meski orang asing namun, saat pertama
bersua dengan teman-teman BPS Bulungan, rasanya tidak asing, namun seperti ada
ikatan persaudaaraan (lama baru aku tersadar, bahwa diantara pegawai BPS
terikat persaudaaraan, sesama insan perstatistikan, he..).
Tujuh hari sudah aku tinggal di kota kecil yang dikelilingi
Sungai, yang setiap paginya penuh dengan kabut dan sangat dingin saat malam
tiba, Allah kembali memberiku Hikmah dari perjalanan panjang ini, Allah SWT,
kembali memperkenalkanku dengan sebuah Halaqoh melalui seorang teman (Mbak Putri),
yang mempertemukanku dengan saudara baru, ada Mbak Heni, Mbak Ani, Mbak Yuni,
Mbak Siti Aminah, Mbak Putri, Mbak Isnania, dll, dan seorang guru (Mbak
Endang).
Banyak cerita dan hikmah dari pertemuan ini, ada banyak ilmu
yang bisa mengantarku untuk terus belajar agar senatiasa berusaha memperbaiki
diri agar bisa hari ini bisa lebih baik dari kemarin.
Gambar Pinjaman dari empalcerbon.wordpress.com
3 komentar:
kok, namaku gak disebut? he he
Soale awal bergabung mbak Nurin belum ada,tp bersama Mbak Nurin ada serialnya sendiri...
wawww,,bgus bnget blogxx mbak...jdi pngen wt,,hehhe
ajrin wt blog dunkk mbak
hahahahyyyy... x_x
Posting Komentar