Selasa, 17 Juli 2012

HIJRAH


         
          Hijrah adalah suatu tindakan untuk melakukan perpindahan dari tempat yang lama ke tempat yang baru, kondisi yang tidak nyaman ke tempat yang kondisinya lebih nyaman, berpindah dari daerah yang penuh carut marut ke daerah yang aman, dari daerah yang penuh pertikain ke daerah yang saling mencintai. Rasulullah SAW berkata bahwa ketika tak ada lagi jalan lain yang lebih baik engkau pilih untuk sebuah kebaikan maka ber-Hijralah!!!
         Rasulullah Menyarankan umatnya agar melakukan tindakan hijrah, jika telah tidak ada lagi jalan yang lebih baik ditempuh untuk sebuah kebaikan. Maka aku tersadar, bahwa selama ini saya sendiri tidak sadar akan Hijrah yang kulakukan dengan keterpaksaan. Hijrah dalam artian berpindah tempat memang sejak awal telah kusadari, namun hijrah dari kebiasaan atapun lingkungan yang kurang baik ke tempat yang lebih kondusif dan lebih mendukung untuk  mendekatkan diri kepada Allah SWT, telah kutemukan dalam perjalanan “Hijrah yang terpaksa ini”. Awal Hijrah memanglah sungguh sangat berat, namun ketika tersadar akan Hikmah dari ketetapan Allah untuk hijrah, membuatku  tak sanggup berkata-kata akan Kasih Sayang-Nya, yang menyelamatkanku dari gemerlap indahnya dunia yang fana (Lebay.com, he.......).

         Ketika dulu menuntut ilmu di salah satu Universitas di Makasar, Allah telah menunjukiku jalan untuk berhijrah menuju kehidupan yang lebih baik (lebih dekat dengan pencipta), dengan mengirimkan salah seorang sahabat yang mungkin telah lama mengenal islam daripada saya, karena sahabat saya ini senior satu tahun diatas saya, namun karena cita-citanya ingin menjadi dokter, tidak bisa tercpai karena gagal dalam seleksi SPMB membuat nya menunggu setahun untuk mencoba lagi, namun dewi fortuna yang dia harapkan tetap saja tidak berpihak padanya, akhirnya kami dipertemukan yang mana saya anggap sebagai skenario Allah untuk menyelamatkanku dari kejahilian (tambah lebai, he..) kala itu, namun sayang, kala itu saya belum sadar akan karunia itu. Seringkali kak Ratna mengajakku untuk ikut pengajian, namun sesering itu juga aku menolaknya dengan berbagai macam alasan, dan alasan yang paling jitu yang seringkali kudalihkan padanya “kalau yang lain ikut (Sahara, Sutri, Kak rahma) ikut, saya juga ikut, solanya kalau sendiri aku malu. Dan so pasti mereka bertiga akan mencari-cari alasan, untuk tidak bisa hadir, akhirnya akupun absen disetiap pengajian yang ditawarkan kak Ratna padaku, dan pernah suatu kali saya mengiyakan ajakan kak Ratna untuk ikut pengajian bersama Sahara, karena untuk kesekian kalinya diajak maka kesekian kalinya pula melakukan penolakan, dan inilah pengalaman pertama dan terakhir mengikuti pengajian di Makasar sampai saat ini.
Karunia Allah yang sangat besar padaku kala itu dengan mengirimkan seorang sahabat sekaligus pengingat, agar bisa melakukukan perubahan tak kuindahknan karena memang kala itu tak kusadari nikmat itu.
Tibalah Nikmat/Cobaan (tergantung dari sudut mana kita menilainya)  Allah yang benar-benar luar biasa, yang memaksaku untuk berhijrah dalam artian sebenarnya melakukan perpindahan tempat dari Pulau Sulawesi menuju pulau Kalimantan, untuk sebuah tugas yang diamanahkan Allah padaku, yang notabene Perpindahan ini cukup berat karena harus berpisah dengan keluarga dalam lintas pulau, yang mungkin tidak seberat saat menuntut ilmu di kota Daeng, yang hanya ditempuh kurang lebih tujuh sampai delapan jam, dan hanya menggunakan Bus untuk sampai di rumah, sedangkan ini harus mengarungi lautan dan daratan yang cukup memakan waktu.
             Sekitar kurang lebih lima puluh hari saya dan teman-teman seperjuangan  (teman baru kenal, karena ternyata ada beberapa orang dari pulau Sulawesi yang penempatan Kalimantan) tinggal di kota yang panas dan kaya akan batu bara ini, disinilah di kantor berlogo Be(Biru)-Pe(Ijo)-Es(Orange) dengan nuansa abu-abu, saya mulai belajar beradaptasi dengan orang-orang baru, yang karakternya berbeda dengan orang Sulawesi kebanyakan, Karena di BPS ini kebanyakan dari Pulau Jawa,Banjar, dan Orang Borneo asli, dan hanya ada satu orang yang berasal dari Sulawesi dan itupun taunya setelah kurang lebih tiga tahun meninggalkan BPS Prop. Kaltim.
             Dengan hijrah maka barang pasti akan bertemu dengan sesuatu yang baru yang mengharuskan kita untuk beradaptasi agar bisa tetap berjalan dengan normal, maka itulah yang terjadi padaku saat itu, dimulai dari Sholat sesuatu yang ku anggap aneh, karena  tidak pernah melihat pemandangan atau mungkin ilmuku yang masih sangat kece, ketika ada seorang yang datang terlambat  untuk sholat dan mendapati seseorang sedang dalam keadaan sholat, maka dia akan menjadikan dirinya sebagai masbuk, aku bertanya akan pemandangan yang menurutku baru ini, pada seseorang yang menurutku bisa memberikan penjeasan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, ternyata dalam hukum islam hal tersebut dibolehkan dan lumrah dilakukakan di sisni, jawabnya. Adaptasi  yang kujalani selama kurang lebih lima puluh hari ini, tidak beberapa tapi banyak, mulai dari adaptasi belajar menjadi karyawan yang harus siap bekerja, yang selama ini hanya dapat tugas belajar,kuliah dan menunggu kiriman, beradaptasi dengan makanan, beradaptasi dengan gaya hidup, dll.
Tibalah hari yang mengharuskan kami untuk kembali Hijrah (dari pulau Kalimantan menuju Pulau Jawa, Jakarta khususnya “orang Jawa Aneh, kalau ditanya saat liburan kuliah, mau liburan kemana? Mereka pasti jawab mau liburan ke kampung aja, pulang ke Jawa, padahal Jakarta itukan termasuk dalam pulau Jawa, anehkan????)", perpindahan dari daerah yang hanya kurang dari dua bulan kami menetap disana, dan kini harus pindah kedaerah yang lebih ramai, lebih glamor, lebih banyak corak, lebih bervariasi orang-orangany, menyediakan fasilitas yang lengkap, karena disinilah tempat bertemu berbagai macam karakter, suku, etnis, bahasa, dialeg, latar belakang, ya.. disinilih meleburnya semua perbedaan itu, namanya di ibukota Negara Republic  Indonesia “Jakarta” yang selama ini hanya bisa saya lihat dengan layar kaca, namun sekarang saya benar-benar menjadi bagian dari padatnya ibukota ini.
Kembali kepada Hijrah terpaksa yang membawa begitu banyak hikmah, sekitar sebulan kami tinggal di Jakarta deng rutinitas berkisar kosan-kampus dengan kegiatan  makan,tidur,kuliah, nyelesiain tugas, jalan (karena kami tercatat sebagai mahasiswa Tugas belajar, makanya punya uang untuk jalan-jalan, meski tiap akhir bulan setiap anak kos pasti pinjam ke bendahara Kos (karena tiap awal bulan kami selalu iuranan untuk bayar listrik, air, dan kebutuhan lainnya, salah satunya, dana taktis akhir bulan, he..). sebulan kini, aku tinggal di salah satu rumah dengan empat saudara seperjuangan yang sama-sam dari Kalimantan Timur, kami hidup saling menyayangi, saling menghargai, meski ada salah satu dari teman kos yang non-muslim, namun kami tetap saling menghargai dan sailng menolong satu sama lain, disini benar-benar terasa akan hijrah yang aku jalani, mulai dari teman kos yang dulu waktu masih kuliah di Makasar, tetangga kosnya yang biasa didatangi laki-laki yang ngakunya saudara sekampung, tapi ya…memang asrama yang dulu saya tinggali di Makasar namanya Aspuri (asrama Putri) tapi, laki-laki bebas masuk dan laki perempuan bebas berkhalwat karena asrama saya tidak ada ibu kosnya.
Berbeda saat tinggal di Jakarta bersama Murni, Jum, Kak Hikma, Selvi, kami saling menjaga, saling menemani jika harus ada teman laki-laki yang hendak berkunjung  ke kontrakan kami karena ada kepentingan yang memang harus datang ke tempat kami.
Waktu berlalu begitu cepat,kami lalui meski kami sering kangen kelurga di kampung, dan kini dua bulan sudah saya ikut pengajian yang merupakan program dari Rohis D1, kami Liqo setiap akhir pekan di rumah mbak Ika dan kadang-kadang di Masjid Kampung Melayu, kami  liqo berlima bersama Nensi, Murni, Tami, Mbak Ema, dan saya sendiri, yang kadang-kadang suka bolos.
Mulai dari mengenal liqo inilah, aku melakukan perubahan dari kemana-mana selalu ditemani celana jeans warna biru kesukaan, menjadi rok yang anggun dan cantik. Aku belajar istiqomah memakai rok, sampai saat saya pulang ke kampung halaman saat liburan semester, kakak dan ibu serta bapak menegur dan mengkritik “kenapa kuliah di Jakarta penampilannya kok jadi kayak orang kampung, kemana-mana pakai rok, g ribetkah? malah lebih style, lebih modis waktu kuliah di Makasar, mana pakaiannya yang dulu? Kata mereka bergantian dengan wajah yang sepertinya mengguratkan kekecewaan atas perubahan yang kupilih” namun aku hanya diam dan mengatakan ini wajib hukumnya bagi seorang wanita untuk menutup aurat dan lekuk-lekuk tubuhny, maka dengan berok itulah Insya Allah aurat akan tertutup. Tapi mereka tetap saja, kurang bisa menerima keputusanku, sama seperti tujuh bulan yang lalu saat kuputuskan untuk berjilbab (meskipun jilbabny masih tipis-tipis), sampai masih sangat teringat dikepalaku komentar bapak saat itu, kalau dalam rumah g usah pakai jilbab, nanti kepalamu jadi botak, aku memaklumi komentar beliau saat itu, karena mungkin saking sayang dan tidak membiarkan terjadi sesuatu yang tidak baik pada saya sehingga beliau mengingatkan seperti itu (karena beliau memang belum faham akan kewajiban seorang wanita yang telah balig untuk menutup aurat), saya tidak perduli dengan komentar-komentar keluarga karena memang telah kuazzamkan diri ini untuk tetap berjilbab meski jilbabnya masih belum syar’i menurut agama, namun menurutuk saat itu, sudah menutup aurat dengan benar.
Iman seseorang akan selalu mengalami pasang surut, adakala imannya begitu menggelora, namun dilain kesempatan imannya melepuh, keimanan sama seperti bunga-bunga di taman yang jika senantiasa disirami maka dia akan tumbuh subur, mengeluarkan bunga-bunga yang cantik, yang menyejukkan dan memberi keindahan bagi orang yang memandangnya. Qalbu jika tanpa siraman ilmu pengetahuan agama, akan perlahan-lahan kering, layu dan hanya menyisahkan seonggok hati yang penuh kegersangan dan tiada kedamaian.
Waktu berlalu begitu cepat, 365 hari telah barlalu kebersamaan dengan teman-teman kelas, teman-teman dari daerah lain, teman-teman Liqo, teman-teman kos, ibu DJ (Warteg langganan kami) harus berakhir, masa kontrak kami di Jakarta telah berakhir, Jakarta tak mau lagi menampung kami, kami harus kembalik ke daerah kami masing-masing untuk mengaplikasikan ilmu yang diamanahkan kepada kami. 
Kini hari itu kami telah sampai pada akhir cerita di Jakarta, kami kini telah berada di daerah masing-masing (sayang saya dan beberapa teman lain harus menuju ke daerah baru dan belum pernah sama sekali kami kunjungi), Iya saya harus Hijrah kembali, Hijarhnya yang begitu jauh (tapi masih dalam batas NKRI, he.., tapi dekat perbatasan antara RI dan Malasya), dari Pulau Jawa menuju daerah yang ada di Utara pulau Kalimantan.
Kembali pada dunia baru, ke daerah yang asing, yang harus beradaptasi lagi dengan orang-orang baru. Meski orang asing namun, saat pertama bersua dengan teman-teman BPS Bulungan, rasanya tidak asing, namun seperti ada ikatan persaudaaraan (lama baru aku tersadar, bahwa diantara pegawai BPS terikat persaudaaraan, sesama insan perstatistikan, he..).
Tujuh hari sudah aku tinggal di kota kecil yang dikelilingi Sungai, yang setiap paginya penuh dengan kabut dan sangat dingin saat malam tiba, Allah kembali memberiku Hikmah dari perjalanan panjang ini, Allah SWT, kembali memperkenalkanku dengan sebuah Halaqoh melalui seorang teman (Mbak Putri), yang mempertemukanku dengan saudara baru, ada Mbak Heni, Mbak Ani, Mbak Yuni, Mbak Siti Aminah, Mbak Putri, Mbak Isnania, dll, dan seorang guru (Mbak Endang).
Banyak cerita dan hikmah dari pertemuan ini, ada banyak ilmu yang bisa mengantarku untuk terus belajar agar senatiasa berusaha memperbaiki diri agar bisa hari ini bisa lebih baik dari kemarin.


Gambar Pinjaman dari empalcerbon.wordpress.com 

3 komentar:

Nurin mengatakan...

kok, namaku gak disebut? he he

Asra mengatakan...

Soale awal bergabung mbak Nurin belum ada,tp bersama Mbak Nurin ada serialnya sendiri...

Unknown mengatakan...

wawww,,bgus bnget blogxx mbak...jdi pngen wt,,hehhe
ajrin wt blog dunkk mbak
hahahahyyyy... x_x