“Bila ingin hidup ini tenang, tak usah hiraukan ada atau
tidak ada orang yang melihat atau menilai amal-amal kita. Wakafaa billahi
syahidaa. Cukup Allah yang menjadi saksi.” (QS. Annisa: 79).
Oleh: kiptiah hasan
Add caption |
Itulah isi SMS taushiyah yang
kirimkan oleh Aa Gym. Sangat menyentuh. Untuk kita yang selama ini masih
terpaku pada penilaian manusia terhadap segala perbuatan yang kita lakukan.
Penilaian manusia tak bisa di jadikan sebagai tolak ukur baik atau tidaknya
perbuatan kita. Bisa jadi di mata orang ini kita mendapat pujian tapi di mata
yang lain kita di nilai hanya mencari sensasi semata.
Cukuplah Allah menjadi barometer
setiap gerak kita. Ke mana kaki hendak melangkah. Ke mana mata hendak
memandang. Apa yang ingin telinga dengar.
Terlalu melelahkan bila memikirkan apa yang orang lain katakan sedangkan berbeda orang sudah tentu berbeda pendapat. Jika apa yang kita lakukan sudah sesuai syariat, maka abaikan saja penilaian orang lain. Jika memang penilaian itu mengandung sebuah nasihat kebajikan, bukalah lebar-lebar telinga dan mata hati kita. Tapi tulikan telinga kita untuk cacian dan gunjingan mereka. Bukan berarti kita harus tinggi hati jika pujian mengarah pada kita. Hanya kepada Allah, sepatutnya pujian di haturkan. Kita bisa karena Allah. Allah yang menggerakkan hati kita, meringankan langkah dalam berbuat kebaikan.
Terlalu melelahkan bila memikirkan apa yang orang lain katakan sedangkan berbeda orang sudah tentu berbeda pendapat. Jika apa yang kita lakukan sudah sesuai syariat, maka abaikan saja penilaian orang lain. Jika memang penilaian itu mengandung sebuah nasihat kebajikan, bukalah lebar-lebar telinga dan mata hati kita. Tapi tulikan telinga kita untuk cacian dan gunjingan mereka. Bukan berarti kita harus tinggi hati jika pujian mengarah pada kita. Hanya kepada Allah, sepatutnya pujian di haturkan. Kita bisa karena Allah. Allah yang menggerakkan hati kita, meringankan langkah dalam berbuat kebaikan.
Cukup Allah menjadi saksi. Karena
Allah yang Maha Tahu isi hati kita. Sedihkah atau bahagiakah.
Sebagai contoh dari beberapa berita
yang saya baca. Negara Korea menjadi negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi
di dunia. Menurut Organization of Economic Cooperation and Developmemt,
sebanyak 21 orang dari 100 ribu orang Korea melakukan bunuh diri.
Seorang Psikologi dari universitas
Yonsei-korea, Hwang Sangmin, mencoba menganalisis fenomena bunuh diri
ini. Menurutnya, orang Korea memiliki konsep Yan, dimana
setiap orang berusaha bersikap diam dan tabah walaupun dalam keadaan marah.
Terutama untuk kaum selebritis, pencitraan melalui konsep Yan amat besar
dilaksanakan. Jika sudah di ambang batas, mereka cenderung putus asa dan
akhirnya mengambil pilihan drastis untuk bunuh diri.
Itu karena di sana penilaian orang
banyak menjadi tolak ukur yang utama. Image mereka ada di tangan orang banyak.
Image mereka adalah kehendak orang banyak. Meskipun hal tersebut tak sesuai
dengan hati nurani mereka. Terlebih bagi selebritas yang memiliki banyak
penggemar. Mereka di tuntut menjadi seorang yang perfeksionis.
Faktor lain, karakter orang korea
tergolong tertutup, sehingga para artis akan merasa malu jika ketahuan pergi ke
konseling atau sedang depresi. Faktor agama juga tak kalah pentingnya. Hampir
setengah warga Korea tidak memiliki agama, sehingga ketika mengalami depresi,
penghargaan mereka terhadap kehidupan jadi rendah. Kepercayaan terhadap konsep
reinkarnasi juga mendorong orang Korea mengakhiri hidupnya, dengan harapan
kehidupan barunya akan lebih baik.
Akhirnya bunuh diri di anggap
sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan masalahnya. Untuk selebritas, segala
perilakunya akan di contoh oleh penggemarnya. Fanatik yang berlebihan dalam mengidolakan
seseorang, membuat masyarakat Korea akan mengikuti tiap perilaku yang di
lakukan idolanya bahkan jika idolanya bunuh diri maka mereka akan mengikutinya.
Para fans seolah terinspirasi, untuk mengakhiri suatu masalah adalah dengan
jalan bunuh diri. Melihat permasalahan tersebut pemerintah Korea kini sedang
menggalakkan adanya konseling untuk mengurangi populasi bunuh diri. Di harapkan
dengan seperti itu masyarakat Korea mau membuka diri guna menceritakan
masalahnya.
Bagi kita yang memiliki Allah sebagai
penawar hati di kala kesedihan datang, melalui ayat-ayatnya yang berisi kabar
gembira bagi orang yang sabar dan selalu menyerahkan segalanya kepada Allah
maka tak patut kita berputus asa. Karena sesungguhnya hanya Allah tempat segala
curahan rasa. Hanya Allah sebaik-baik tempat mengadu. Hanya Allah sebaik-baik
saksi dari perilaku kita.
Fenomena yang terjadi Korea bisa di
ambil hikmahnya, membuka diri kepada seseorang yang di percaya untuk bertukar
pikiran. Bukan berarti membuka aib atau mengabaikan Allah sebagai tempat
mengadu. Tentu jika hal itu di lakukan dengan pertimbangan, bahwa kita
melakukan ikhtiar dengan mencari perantara Allah untuk mencarikan jalan keluar
dan tanpa berlebihan.
Semoga kita menjadi hamba yang
selalu mengandalkan Allah dalam tiap gerak kita. MenjadikanNya sebagai saksi
utama. KarenaNya kita berlaku bukan karena yang lainnya. Merasakan Allah selalu
hadir lebih dekat dari urat nadi. Aamiin.
“Barangsiapa yang menghendaki
kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” (QS. Fathiir: 10)
Mencari kemuliaan dan kebahagiaan
dengan harta benda dan penilaian manusia pasti tak akan pernah di dapat, hanya
melelahkan batin dan semu belaka. Carilah kemuliaan di sisi Allah, di jamin
bahagia, mulia yang asli dan kekal. (Aa
Gym)
Allahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar